Analisis Kasus Penipuan Jual Beli (Fake Buyer) Dalam Aplikasi Shopee Perspektif Sosiologi Hukum 

Mutiara-Indonesia.com – Dalam era digitalisasi yang semakin meluas, praktik jual beli secara online telah menjadi fenomena yang mendominasi pasar. Aplikasi seperti Shopee menjadi platform utama bagi masyarakat untuk bertransaksi secara mudah dan cepat. Namun, di balik kemudahan tersebut, terdapat risiko yang perlu diperhatikan, terutama dalam hal penipuan.

Dinamika Transaksi Online dan Penipuan

Sosiologi hukum memandang bahwa hukum tidak hanya sebagai seperangkat aturan formal, tetapi juga sebagai hasil dari interaksi sosial.

Dalam konteks transaksi jual beli di Shopee, terdapat dinamika sosial yang kompleks antara penjual, pembeli, dan platform itu sendiri. Penjual dan pembeli dalam transaksi online seringkali tidak saling kenal secara personal. Mereka saling berinteraksi melalui antarmuka digital, yang dapat menimbulkan tantangan tersendiri dalam membangun kepercayaan dan meminimalisir risiko penipuan.

Misalnya, penjual mungkin tidak mengirimkan barang setelah pembayaran dilakukan, atau pembeli bisa saja melakukan klaim palsu terhadap penjual.

Faktor Sosial dalam Penipuan Online

Faktor sosial seperti kepercayaan, norma, dan kontrol sosial sangat mempengaruhi dinamika penipuan dalam transaksi online. Kepercayaan antara penjual dan pembeli sering kali bergantung pada reputasi dan rating yang diberikan oleh pengguna lain.

Namun, norma-norma mengenai kejujuran dan tanggung jawab terkadang tereduksi dalam konteks anonimitas dan jarak sosial yang dihasilkan oleh platform online.

Peran Hukum dalam Mengatasi Penipuan Online

Sosiologi hukum juga menyoroti peran hukum dalam mengatur transaksi online. Di Indonesia, Undang-Undang yang mengatur tentang e-commerce adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Undang-undang ini mencakup berbagai aspek yang terkait dengan penggunaan teknologi informasi dan transaksi elektronik, termasuk e-commerce.

Selain UU ITE, ada juga peraturan lebih lanjut yang mengatur sektor e-commerce, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Undang-undang yang mengatur e-commerce biasanya bertujuan untuk melindungi konsumen dan memberikan keamanan hukum bagi semua pihak yang terlibat. Namun, dalam praktiknya, penegakan hukum terkadang sulit dilakukan karena karakteristik transaksi online yang sering melintasi batas yurisdiksi.

Tantangan dan Solusi

Dalam menghadapi tantangan penipuan dalam jual beli online, baik pemerintah, platform, maupun pengguna harus bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran, memperkuat regulasi, dan meningkatkan keamanan teknis. Peningkatan literasi digital di antara pengguna juga sangat penting agar mereka dapat mengenali tanda-tanda potensial dari penipuan online.

 

Penulis:

Putri Rahma Novita

Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah di Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

"Selamat Datang di MUTIARA INDONESIA , Berita akurat fakta dan terdepan"

Scroll to Top