Dilema Regulasi dan Keberlanjutan Pedagang Kaki Lima di Kota Padang Sumatera Barat

Mutiara-Indonesia.com – Kota Padang, sebagai ibu kota Provinsi Sumatra Barat, memiliki dinamika ekonomi yang tidak terlepas dari peran sektor informal, salah satunya pedagang kaki lima (PKL).

Aktivitas PKL mendukung perekonomian masyarakat, tetapi kehadirannya juga sering memicu masalah tata kota, seperti kemacetan, sampah, dan penurunan estetika kota.

Pemerintah Kota Padang menghadapi dilema: di satu sisi harus menerapkan regulasi untuk menciptakan keteraturan dan kenyamanan publik, namun di sisi lain, kebijakan tersebut berisiko mengganggu keberlanjutan ekonomi para PKL.

Regulasi Penataan PKL di Kota Padang

Untuk menertibkan PKL, pemerintah mengeluarkan beberapa regulasi, seperti: Perda No. 11 Tahun 2005 tentang Ketertiban Umum, yang melarang aktivitas berdagang di trotoar dan fasilitas publik.

Perwal No. 17 Tahun 2020, yang mengatur relokasi PKL ke lokasi tertentu, seperti pusat kuliner Pantai Padang dan Pasar Raya.

Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga keteraturan, mengurangi kemacetan, dan meningkatkan daya tarik pariwisata Kota Padang.

Dilema yang Dihadapi :

Resistensi PKL terhadap Relokasi

Beberapa PKL enggan pindah ke lokasi baru karena khawatir kehilangan pelanggan. Sebagian besar PKL menggantungkan hidupnya pada konsumen harian dan merasa bahwa lokasi yang disediakan kurang strategis.

Keberlanjutan Ekonomi PKL

Regulasi yang ketat dapat mengancam keberlanjutan usaha kecil ini. PKL yang direlokasi sering mengalami penurunan omzet di awal, bahkan ada yang memilih kembali berdagang secara ilegal karena lemahnya pengawasan.

Keterbatasan Fasilitas dan Modal

Walaupun pemerintah telah berupaya memberikan fasilitas seperti gerobak dan akses kredit, tidak semua PKL mampu beradaptasi dengan pola bisnis baru.

Upaya Pemberdayaan oleh Pemerintah

Selain penertiban, pemerintah Kota Padang juga melakukan langkah pemberdayaan: Pelatihan keterampilan dan manajemen usaha bekerja sama dengan dinas terkait. Kerja sama dengan perbankan untuk memberikan akses permodalan. Membangun sentra kuliner dan pasar malam agar PKL tetap bisa menjalankan usaha di lokasi yang lebih tertata.

Hasil Implementasi Kebijakan

Penataan PKL di beberapa kawasan, seperti Pantai Padang, telah menunjukkan hasil positif dalam menciptakan keteraturan dan menarik wisatawan. Namun, di beberapa lokasi, seperti di pasar raya padang, jalan sudirman dan lain-lain.

Beberapa PKL merasa kesulitan mendapatkan pelanggan di tempat relokasi, sementara sebagian kembali berdagang di lokasi terlarang karena lemahnya pengawasan.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Kota Padang masih menghadapi dilema antara penegakan regulasi dan keberlanjutan usaha PKL. Agar kebijakan penataan ini berhasil, pemerintah perlu:

Memperkuat sosialisasi agar PKL memahami manfaat jangka panjang dari relokasi.

Memastikan fasilitas yang memadai di lokasi relokasi untuk menarik konsumen.

Meningkatkan pengawasan dan koordinasi antar-instansi agar penertiban berkelanjutan.

Melibatkan PKL dalam proses kebijakan agar solusi yang diambil lebih efektif dan diterima semua pihak.

Dengan pendekatan yang lebih kolaboratif dan humanis, diharapkan regulasi dapat berjalan tanpa mengorbankan keberlanjutan ekonomi PKL dan keseimbangan tata kota. Kota Padang dapat menjadi contoh bagaimana sektor informal dan tata kelola kota berjalan beriringan.

Penutup

PKL bukan hanya sekadar masalah yang perlu ditata, tetapi juga potensi ekonomi yang harus diberdayakan. Dengan kebijakan yang tepat, Kota Padang dapat menemukan keseimbangan antara keteraturan dan keberlanjutan ekonomi.

 

Penulis: Hapis Sitompul

"Selamat Datang di MUTIARA INDONESIA , Berita akurat fakta dan terdepan"

Scroll to Top