Pekanbaru, Mutiara-Indonesia.com – Aksi Jeda Iklim Global (Global Climate Strike) kembali diadakan di Provinsi Riau pada hari Minggu, (17/9).
Aksi ini berlangsung di depan Kantor Gubernur Provinsi Riau, Kota Pekanbaru yang diinisiasi oleh Extinction Rebellion Riau bersama organisasi masyarakat sipil, di antaranya WALHI Riau, LBH Pekanbaru, dan belasan gerakan lingkungan hidup.Â
Aksi ini bertujuan menyerukan permasalahan krisis iklim dan krisis demokrasi yang semakin genting dengan mengusung tema besar “Bersama untuk Keadilan Iklim”.
Indonesia sedang menghadapi krisis terbesar, yakni krisis iklim yang terjadi seiring dengan krisis demokrasi.Â
Dua krisis ini yang membawa marabahaya kehidupan seluruh warga dalam lingkungan hidup yang semakin terdegradasi. Krisis iklim yang menyebabkan peningkatan jumlah dan intensitas bencana di Indonesia berawal dari sumber emisi terbesar, yakni kebakaran hutan dan lahan gambut, serta energi kotor berbasis batu bara. Sedangkan, krisis demokrasi menguat dalam situasi keluarnya program dan proyek Pemerintah yang menihilkan partisipasi publik bermakna dan mengancam hak asasi manusia (HAM).Â
Kondisi ini secara nyata dapat dirasakan di Provinsi Riau. Krisis iklim di tahun El-Nino memanaskan suhu bumi yang telah menyebabkan kebakaran hutan dan lahan gambut (karhutla) semakin meluas di berbagai daerah.Â
Per Agustus 2023, karhutla di Riau telah mencapai 1.146,53 hektar. Berdasarkan pantauan WALHI, Jikalahari, dan Eyes on the Forest, titik-titik api dominan terjadi di wilayah konsesi korporasi dan perlu penyelidikan secara komprehensif. Bencana ekologis ini diikuti dengan letak geografis Provinsi Riau yang berada di pesisir. Pesisir yang rentan banjir rob telah menyebabkan tergenangnya ruang hidup warga di berbagai kota dan kabupaten. Salah satu yang terparah terjadi di Indragiri yang telah memusnahkan 1.200 hektar kebun kelapa warga di Indragiri Hilir dan mematikan mata pencaharian warga, serta anak-anak yang terancam putus sekolah.
Kondisi ini diperparah dengan mangrove yang semakin tergerus akibat ditebang. Selain itu, energi kotor juga menyeruak di Riau dari kasus-kasus tambang batu bara di Kuantan Singingi dan Peranap, Indragiri. Pertambangan dan truk angkutan batu bara meresahkan kehidupan warga dari emisi dan debu yang dihasilkan, serta merusak jalan-jalan di kampung.Â
Batubara sebagai bahan energi PLTU di Riau seharusnya sudah diakhiri mengingat kondisi krisis iklim mewajibkan adanya transisi berkeadilan ke energi terbarukan yang bersih (surya, angin, dan air mikrohidro). Hak asasi atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dijamin oleh konstitusi UUD NRI 1945 sehingga krisis iklim akibat ulah oligarki yang memprioritaskan keuntungan ekonomi segelintir menciptakan krisis kehidupan.
Krisis kehidupan ini diperparah dengan demokrasi Indonesia yang semakin buruk. Kepulauan Riau menjadi korban atas Proyek Strategis Nasional yang hadir untuk menggusur paksa masyarakat adat di Kampung Melayu Tua. Kasus ini menjadi sorotan nasional. Pemerintah memprioritaskan kepentingan oligarki bisnis PT Makmur Elok Graha. Ini dapat diamati dari konsesi besar yang diberikan untuk pembangunan PSN Rempang Eco-City tanpa persetujuan dan partisipasi masyarakat yang bermakna.
Pengukuran lahan telah mengintimidasi warga dengan kekerasan aparat bersenjata, bahkan mengorbankan anak-anak sekolah dasar dan menengah yang trauma, hingga meneror warga dengan penangkapan massa aksi oleh kepolisian. Kondisi ini diperparah politik dinasti yang menguasai Pemerintah Daerah Kepulauan Riau. Konflik agraria ini masih diadvokasikan organisasi masyarakat sipil, LBH Pekanbaru dan WALHI Riau.
Aksi Iklim Riau yang diinisiasi orang muda memiliki tuntutan untuk menyelamatkan warga dari bencana ekologis dan memprioritaskan HAM di tahun politik dari ketidakbijakan yang diciptakan oleh Pemerintah.Â
Tiga tuntutan utama dari aksi iklim ini adalah (1) stop ketidakbijakan Pemerintah yang menghancurkan alam dan kehidupan warga; (2) krisis iklim yang semakin darurat di Riau perlu dijawab dengan solusi kebijakan yang datang dari masyarakat dengan partisipasi bermakna; (3) Pemerintah bertanggungjawab menegakkan hukum dan HAM.Â
Oleh karena itu, tindak tegas korporasi yang menghancurkan alam – demi keadilan iklim dan masa depan generasi di masa kini dan yang akan datang.Â
Tahun-tahun elektoral adalah masa kritis. Pemerintah tidak seharusnya hanya berpikir untuk memperpanjang kuasanya, melainkan memprioritaskan kehidupan seluruh warga. Warga Riau harus bersatu – Bersama untuk Keadilan Iklim!
Daftar komunitas, pergerakan, organisasi, dan lembaga yang tergabung:
1. Extinction Rebellion Riau
2. LBH Pekanbaru
3. WALHI Riau
4. KPA EMC²
5. Rumus Riau
6. BDPN
7. Greenomos
8. IMKD Pekanbaru – Riau
9. Perkumpulan Elang
10. LPE
11. Wanapalhi
12. Brimapala Sungkai
13. Mapala Gaharu
14. Volunteer Greenpeace Base Riau